Senin, 06 Juni 2011

KONSEP dan DEFINISI

~~~~~~~
Oleh : Agus Maniyeni
~~~~~~~


ilustrasi : Theny
Para sahabat yang budiman, jika semalam saya posting tentang Rasionalitas kesesatan, sekarang ini saya posting tentang Konsep dan definisI, dua hal yang sangat mendasar dalam berlogika. Kedua istilah ini paling banyak kita temukan dalam komunikasi sehari-hari.  
Walaupun demikian dalam konteks ilmu pengetahuan khususnya Logika kedua hal ini memiliki makna yang agak spesifik. Pemahaman kita akan kedua unsur dasar ini sangat penting bagi kita untuk belajar mengembangkan kemampuan bernalar yang lebih sehat menggunakan kaidah-kaidah logika formal yang ada. Di samping itu, konsep dan definisi, menjadi unsur metodologis yang sangat penting jika kita melakukan aktifitas penelitian ilmiah.

Pengertian Konsep

Istilah konsep berasal dari bahasa latin dari kata “conceptus” yang berarti “tangkapan”. Tangkapan dalam konteks logika berkaitan dengan aktivitas intelektual untuk menangkap realitas. Aktivitas untuk menangkap realitas ini disebut aprehensi. Meskipun demikian sebuah aktivitas aprehensi tidak bersifat “an sich” tetapi “reflektif, kritis”. Dalam bahasa Inggris kata konsep berasal dari kata “concept” atau “construc” yang berarti simbol yang digunakan untuk memaknai sesuatu (Ihalaw, 2003 : 25). Dari berbagai pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan konsep adalah, aktivitas akal budi untuk memaknai realitas dengan menggunakan simbol tertentu.

Selain konsep, dikenal juga istilah term sebagai padanan dari konsep. Meskipun keduanya tidak dapat dipisahkan, melainkan dapat dibedakan. Jika konsep lebih menjurus kepada aktivitas akal budi, maka term lebih berorientasi kepada “hasil” kegiatan akal budi yang dinyatakan dalam satu atau lebih kata. Dengan demikian, term dapat didefinisikan sebagai kata atau rangkaian kata yang membuat konsep menjadi nyata dan mengandung pengertian tertentu.

Definisi ini menunjukkan bahwa term sebuah konsep berbeda dari kata, sebab sebuah term dapat lebih dari satu kata. Jika sebuah term hanya terdiri dari satu kata atau satu istilah, maka term tersebut dinamakan term sederhana (simple term). Misalnya: Manusia, Gajah,  
Cantik dan sejenisnya. Jika sebuah term terdiri dari beberapa kata, maka term tersebut dinamakan term kompleks (term komposit). Misalnya: Efek rumah kaca, Garuda Pacasila, Bapa segala orang percaya, generasi muda gereja, teologia trasformasi dan sejenisnya. Dari coNtoh-contoh ini, dapat dikatakan bahwa meskipun term komposit terdiri dari beberapa kata yang berdiri sendiri tetapi jika digabungkan hanya menunjukkan satu konsep atau satu pengertian. 

Kata atau istilah yang digunakan untuk mengungkapkan sebuah pengertian disebut juga sebagai simbol konsep. Dengan demikian, dapat dikatakan pula bahwa term adalah simbol atau kesatuan beberapa simbol digunakan untuk membentuk suatu konsep.

Konotasi dan Denotasi Term

Konotasi adalah, keseluruhan isi yang dimaksudkan atau yang dikandung oleh sebuah term atau konsep. Yang dimaksud dengan keseluruhan arti adalah, kesatuan unsur-unsur dasar (substansi) dengan sifat pembeda yang secara bersama-sama membentuk suatu pengertian.

Misalnya:konotasi term “manusia” adalah: makluk berakal budi. Jika diuraikan maka term ini meliputi substansi yang berbadan, (unsur dasar) dan berakal budi (sifat pembeda).konotasi term “hukum” adalah: peraturan sebagai substansi (unsur dasar) dan yang bersifat memaksa (sifat pembeda). Dari contoh tersebut dapat dikatakan bahwa, konotasi berkaitan dengan definisi atau pembatasan suatu konsep. Definisi yang berkaitan dengan konotasi sebuah term disebut sebagai definisi konotatif, atau definisi metafisik. (menyangkut hakikat definisi ini dibahas Pada bagian tersendiri).

Setiap term selain memiliki konotasi juga memiliki denotasi. Denotasi sebuah term adalah keseluruhan hal yang diliputi oleh sebuah term. Dengan kata lain denotasi sebuah term berhubungan dengan lingkungan (ekstensi) yang dapat ditunjukan sebuah term. Misalnya:Denotasi term “manusia” yang didefinisikan sebagai makluk berakal budi; dapat diterapkan pada bangsa, Indonesia, bangsa Cina, bangsa Yahudi dan sebagainya.Denotasi term “hukum” yang didefinisikan sebagai peraturan yang bersifat memaksa dapat diterapkan pada hukum pidana, hukum perdata, hukum laut internasional, hukum tata negara.

Jika dikaji secara mendalam maka antara konotasi dan denotasi sebuah konsep terdapat korelasi negatif, artinya jika yang satu bertambah, maka yang lainnya berkurang demikian pula sebaliknya. Dalam hal ini terdapat empat kemungkinan:
Makin bertambah konotasi, makin berkurang denotasi
Makin berkurang konotasi, makin bertambah denotasi
Makin bertambah denotasi, makin berkurang konotasi
Makin berkurang denotasi, makin bertambah konotasi

Misalnya:
term “manusia”. Dari term ini menunjukan bahwa denotasinya meliputi semua bangsa didunia. Tetapi jika term tersebut diubah menjadi “manusia Indonesia” maka denotasinya hanya meliputi masyarakat Indonesia.

Pembagian Konsep

Secara umum konsep dibagi ke dalam beberapa jenis yakni:  
(1) konsep menurut konotasi; (2) konsep menurut denotasi; (3) konsep menurut cara menerangkan sesuatu (predikabel)

Konsep menurut konotasi

Menurut konotasinya, konsep dapat dibedakan atas dua jenis yaitu: konsep konkrit dan konsep abstrak. Konsep konkrit adalah konsep yang konotasinya langsung mengacu pada realitas obyektif. Misalnya: Wanita cantik. Konsep yang terkandung dalam term wanita cantik adalah konkrit, karena langsung menunjuk pada realitas sebagai subyek yang mempunyai diri.

Konsep abstrak adalah konsep konotasinya hanya menunjukkan sifat tertentu, tanpa menunjuk pada realitas obyektif. Misalnya: kecantikan, kenegaraan, kemakmuran.

Konsep menurut Denotasi
Menurut denotasinya, konsep dapat dibedakan atas dua jenis yaitu: konsep umum dan konsep khusus. Konsep umum adalah konsep yang denotasinya mencakup keseluruhan hal yang diliputinya. Konsep ini dibedakan atas dua macam yakni:

Universal: konsep umum yang denotasinya tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Misalnya: Manusia, bangsa, Mahasiswa.

Kolektif: konsep umum yang denotasinya hanya berlaku bagi kelompok tertentu sebagai satu kesatuan. Misalnya: Rakyat Indonesia, Mahasiswa UKAW Kupang, jemaat Imanuel Mnela Lete.

Konsep khusus adalah, konsep yang hanya meliputi sebagian dari keseluruhan. Konsep ini dibedakan atas konsep partikular dan konsep singular.

Partikular: konsep khusus yang denotasinya hanya menunjuk pada sebagian tidak tertentu dari suatu keseluruhan. Misalnya: Sebagian manusia, sebagian Mahasiswa.

Singular: konsep khusus yang denotasinya menunjuk pada suatu hal atau suatu himpunan yang mempunyai hanya satu anggota. Misalnya: Presiden pertama RI, Dosen Hermeneutik Teologi UKAW.

Konsep menurut predikabel

Predikabel yang dimaksud adalah cara menerangkan sesuatu. Cara menerangkan ini berkaitan dengan pengungkapan relasi yang berbentuk predikat sebagai penjelasan dari suatu subyek dalam bentuk pernyataan.

Predikabel dari konsep terndiri dari lima jenis. Dua diantaranya menerangkan tentang hakikat jenis dan golongan sesuatu yakni: genus (jenis) dan spesies golongan); tiga diantaranya menerangkan tentang sifat yakni: diferensia (sifat pembeda), proprium (sifat khusus), dan aksidensia (sifat kebetulan).

(1). Genus adalah konsep membawahi spesies. Biasanya ekstensi genus meliputi semua jenis dan golongan konsep yang berada di bawahnya.

(2). Spesies adalah konsep yang lebih rendah dari genus. Bila ekstensi genus meliputi semua jenis dan golongan konsep yang berada di bawahnya, maka ekstensi spesies hanya mengacu pada hakikat “sesuatu ada” yang fana. Misalnya: manusia, hewan, tumbuhan.

(3). Diferensia adalah ciri pembeda sebuah konsep yang memebedakan satu spesies dengan spesies lainnya. Misalnya: Berakal adalah sifat pembeda manusia; panas sifat pembeda api; H20 sifat pembeda air. Dalam konteks logika, diferensia biasanya bertujuan untuk menuntaskan sebuah definisi yaitu menentukan tapal batas sebuah konsep. Bila ekstensi genus meliputi semua jenis dan golongan konsep yang berada di bawahnya, maka ekstensi spesies hanya mengacu pada hakikat “sesuatu ada” yang fana. Misalnya: manusia, hewan, tumbuhan.

Diferensia dapat dibedakan atas dua kategori yakni: diferensia generik dan diferensia spesifika. Diferensia generik adalah konsep yang menjadikan genus yang lebih tinggi menjadi lebih rendah. Misalnya: Organisma “berperasa”; Allah yang Imanuel.

Diferensia spesifika adalah konsep yang menjadikan genus terdekat menjadi spesies. Misalnya: hewan menyalak, hewan berkaki dua, hewan melata.

(4). Proprium sifat khusus yang merupakan lanjutan dari sifat pembeda sebuah konsep jika diabaikan dapat menimbulkan kerancuan. Misalnya: manusia sebagai makluk berakal budi, dapat belajar dapat berpolitik, bernyanyi.

Proprium dapat dibedakan atas dua kategori yaitu: proprium generik dan proprium spesifik. Proprium generik adalah sifat khusus sebuah konsep yang berakar dalam genus. Misalnya: sifat “dapat mati” yang dihubungkan dengan manusia. Sifat khusus ini langsung berhubungan dengan pengertian manusia sebagi makluk hidup. Dengan demikian, orang dapat mati bukan karena ia berakal budi, berindra melainkan karena ia “organisme yang hidup”
Proprium spesifik adalah sifat khusus sebuah konsep yang berakar dalam spesies. Misalnya: semua manusia dapat tertawa, dapat membuat keputusan, dapat belajar, dapat merubah lingkungan.

(5). Aksidens adalah sifat kebetulan sebagai predikat yang tidak berkaitan dengan hakikat sesuatu sehingga tidak dimiliki oleh seluruh golongan. Misalnya: “berambut ikal” dan “berkulit putih” untuk manusia, Cantik untuk seorang gadis, berwarna merah untuk sepeda motor dan sebangsanya.

Aksidens dapat dibedakan atas dua jenis yakni, aksidens predikamental dan akseidens predikabel. Akseidens predikamental adalah sifat kebetulan yang menyertai cara berada sesuatu dan melekat pada subyek. Misalnya: sifat terpelajar, pendidik, tinggi-besar untuk mansia. Panas, dingin untuk udara. Aksidens predikabel adalah sifat kebetulan yang menyertai cara menyatakan sesuatu namun tidak mutlak. Misalnya: berambut ikal untuk manusia, persegi untuk bangunan.

Definisi

Istilah definisi berasal dari bahasa Latin dari kata “definire” yang berarti menandai batas pada sesuatu, menentukan batas, atau batasan arti. Dalam konteks ini definisi dapat diartikan sebagai pernyataan yang berisi penjelasan tentang arti suatu konsep.

Tujuan definisi
Tujuan dibuatnya definisi terhadap suatu konsep dimaksudkan untuk: Memperkaya kosa kata. Definisi dibuat menambah wawasan berupa penguasaan kosa kata. Menghilangkan kerancuan. Kerencuan timbul karena sebuah konsep diberi makna lebih dari satu. Mengurangi kekaburan. Kekaburan suatu konsep terjadi apabila konsep tersebut tidak memiliki batasan yang jelas, sehingga dibutuhkan definisi untuk mengurangi kekaburan dimaksud.Menjelaskan secara teoritik. Tujuan lain dari definisi adalah merumuskan karakteristik sebuah konsep yang secara teoritik atau yang secara ilmiah dapat berguna untuk diterapkan pada suatu obyek tertentu. Mempengaruhi sikap. Definisi juga dapat dibuat dengan maksud mempengaruhi minat orang lain terhadap konsep yang didefinisikan.

Jenis-jenis definisi secara garis besar definisi dapat dibedakan atas tiga jenis yakni: (1) definisi nominalis. (2) definisi realis dan (3) definisi praktis.

1. Definisi nominalis
Definisi nominalis adalah definisi yang dibuat untuk menjelaskan sebuah konsep dengan kata lain yang lebih umum. Jadi definisi ini hanya dimaksudkan untuk menjelaskan kata sebagai tanda bukan hal yang ditandakan. Misalnya: Nirwana adalah Sorga.

Definisi nominalis biasanya digunakan dalam pada permulaan suatu pembicaraan atau diskusi. Definisi ini dapat dirinci menjadi lima jenis yakni: definisi sinonim, definisi simbolis, definisi etimologis, definisi stipulatif, definisi denotatif.

a. definisi sinonim
Definisi sinonim adalah penjelasan sebuah konsep berdasarkan persamaan kata. Definisi ini biasanya paling singkat dan yang digunakan dalam kamus-kamus. Misalnya: Dampak adalah pengaruh yang membawa akibat Arca adalah patung batu Kendala adalah halangan 

b. definisi simbolis atau semantik
Definisi simbolis adalah penjelasan sebuah konsep menggunakan tanda atau simbol tertentu. Definisi ini biasanya paling banyak digunakan dalam matematika. 

c. definisi etimologis
Definisi etimologis adalah penjelasan sebuah konsep berdasarkan asal-usul sebuah kata. Misalnya: Demokrasi berasal dari demos= rakyat dan Kratein = pemerintahan atau kekuasaan: Jadi demokrasi adalah sistem pemerintahan dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.
Metode berasal dari metha = di atas dan hodos = Jalan.  
Jadi metode adalah jalan yang harus dilewati

d. definisi stipulatif
Definisi stipulatif adalah penjelasan sebuah konsep dengan cara memberikan nama terhadap sesuatu atas dasar kesepakatan bersama. Definisi ini benyak digunakan dalam ilmu pengetahuan terutama berhubungan dengan penemuan baru.

Misalnya:Planet tertentu diberi nama “mars”

e. definisi denotatif
Definisi denotatif adalah penjelasan sebuah konsep dengan cara menunjukkan atau memberikan contoh suatu benda atau hal yang termasuk dalam cakupan konsep. Definisi ini dibedakan atas dua jenis yakni: definisi Ostentif dan definisi enumeratif. Definisi ostentif adalah: penjelasan sebuah konsep dengan cara menunjuk langsung kepada simbol yang dikandung oleh konsep dimaksud.
Misalnya: Mendefinisikan apakah batu itu dengan menunjuk langsung pada obyek batu.

Definisi enumeratif adalah: penjelasan sebuah konsep dengan cara memerinci satu demi satu secara lengkap semua hal yang terkandung dalam sebuah konsep. Misalnya: Propinsi di Indonesia meliputi, Jawa tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan seterusnya sampai propinsi yang terakhir.

Dalam membuat definisi nominalis perlu diperhatikan tiga sayarat sebagai berikut:
a.Tetap menjaga konsistensi apabila kata tertentu hanya mempunyai arti tertentu.
b. Menghidari penggunaan kata yang tidak diketahui artinya pada saat membuat definisi.
c. Definisi yang dibuat harus rasional sehingga dapat diterima oleh pihak lain.

2. Definisi realis
Definisi realis adalah, Penjelasan tentang isi yang dikandung oleh sebuah kosep. Definisi ini banyak digunakan dalam ilmu pengetahuan. Definisi ini dibedakan atas dua jenis yakni: definisi esensial dan definisi deskriptif.

a. Definisi esensial adalah: penjelasan sebuah konsep dengan cara menguraikan bagian-bagian yang membangun sebuah konsep. Definisi ini dapat dirinci menjadi dua jenis yakni: definisi analitis dan definisi konotatif.

Definisi analitis adalah penjelasan sebuah konsep dengan cara menunujukkan bagian-bagian yang mewujudkan esensinya. Misalnya: Manusia dapat didefinisikan sebagai substansi yang terdiri dari badan dan jiwa. Air adalah H20

Definisi konotatif adalah: penjelasan sebuah konsep dengan cara menunjukkan isi yang meliputi genus dan diferensia dari konsep dimaksud. Definisi ini disebut juga definis metafisik sebab memberikan jawaban yang mendasar dengan menunjukkan predikabel substansi sebuah konsep. Misalnya: Hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa.

Definisi esensial ini dapat dibuat dengan memperhatikan tiga hal: membandingkan hal yang hendak didefinisikan dengan hal lainnya. Menunjukkan jenis atau golongan yang memuat hal tersebut. Menunjukkan ciri-ciri yang membedakan hal tersebut dengan hal lainnya.

b. Definisi deskriptif
Definisi deskriptif adalah penejelasan sebuah konsep dengan cara menunjukkan sifat-sifat yang melekat pada konsep yang didefinisikan. Definisi ini dibedakan atas dua jenis yakni definisi aksidental dan definisi kausal.

Definisi aksidental adalah, penjelasan sebuah konsep dengan cara menunjukkan jenis dan sifat khusus yang terdapat dalam konsep yang didefinisikan. Atau dengan kata lain penjelasan konsep dengan mengacu pada genus dan propriumnya. Misalnya: manusia adalah makluk berpolitik, manusia adalah makluk sosial.

Definisi kausal disebut juga definisi genetik yaitu, penjelasan sebuah konsep dengan cara menyatakan bagaimana konsep tersebut terbentuk. Misalnya: awan adalah uap air yang terkumpul di udara dan terbentuk karena penyinaran laut oleh matahari; Mutad adalah orang yang berpindah dari satu agama ke agama lain.

3. Definisi praktis
Definisi praktis merupakan gabungan dari definisi nominalis dan definisi realis. Definisi praktis adalah  penjelasan suatu konsep ditinjau dari segi penggunaan dan tujuannya secara praktis. Definisi ini dibedakan atas tiga jenis yakni: definsi operasional, definisi persuasif dan definisi fungsional.

a. Definisi operasional adalah, penjelasan suatu konsep dengan cara menegaskan langkah-langkah khusus, prosedur pengukuran, serta menunjukkan bagaimana hasil yang dapat diamati. Definisi operasional dapat dikategorikan atas dua jenis yakni: Definisi kualitatif dan definsi kuantitatif. Definisi kualitatif adalah penjelasan suatu konsep berdasarkan isi yang dikandung dalam suatu konsep. Misalnya: Magnit adalah logam yang dapat menarik gugusan besi. Definisi kuantitatif adalah penjelasan konsep yang dibuat berdasarkan jumlah yang dikandung dalam suatu konsep. Misalnya: Prestasi belajar adalah 
skor yang diperoleh siswa melalui tes hasil belajar.

b. Definisi persuasif adalah, penjelasan tentang suatu konsep dengan cara merumuskan pernyataan tertentu untuk mempengaruhi orang lain. Misalnya: Lux adalah sabun para bintang film; tepat waktu adalah, ciri perilaku orang modern. Definisi persuasif banyak digunakan dalam dunia pariwara dan dunia politik, dengan maksud mempengaruhi konsumen maupun konstituen tertentu agar memilih produk atau partai politik tertentu.

c. Definisi fungsional adalah, penjelasan tentang suatu konsep berdasarkan kegunaan atau tujuannya. Misalnya: Bahasa adalah alat komunikasi manusia. 

Syarat-syarat definisi
Ada lima syarat umum yang perlu diperhatikan dalam merumuskan sebuah definisi yakni:

(1). Sebuah definsi harus menyatakan ciri-ciri hakiki dari apa yang didefinisikan, yakni menunjukkan pengertian umum (genus) yang meliputinya berserta ciri pembedanya (diferensia) yang penting. Syarat ini penting dalam kegiatan ilmiah seperti mendefinisikan hewan, tumbuh-tumbuhan. Misalnya: kuda adalah equus cabalus. Equus adalah genus (himpunan umum) dan cabalus adalah ciri yang membedakan kuda dari keledai, zebra dan lainnya dari genus yang sama.

(2). Sebuah definsi harus menggambarkan kesetaraan arti dengan hal yang didefinisikan. Artinya sebuah definisi tidak boleh terlalu luas atau terlalu sempit. Misalnya: (definisi yang terlalu luas) Meja adalah perabot rumah tangga. (Definisi yg terlalu terlalu sempit). Atau Kursi adalah tempat yang sedang diduduki.

(3). Sebuah definsi harus menghindarkan pernyataan yang memuat term yang sedang didefinisikan. Misalnya: keracunan adalah hasil akibat minum racun; pengetahuan adalah hal-hal yang diketahui dalam ingatan; hukum waris adalah hukum yang mengatur harta warisan.

(4). Sebuah definsi sedapat mungkin dinyatakan dalam rumusan yang positif.

(5). Sebuah definsi harus dinyatakan secara singkat dan jelas guna menghindari tejadinya kekaburan dan  
kedwiartian. Misalnya: Aluminium adalah, suatu jenis logam tertentu yang bercahaya. Contoh ini tidak telalu luas namun dengan mengatakan suatu jenis tertentu menunjukanm bahwa definsi tersebut belum menjelaskan apa-apa (masih kabur).

Catatan Penutup
Sebagai catatan penutup, saya ingin menegaskan bahwa materi ini, seperti juga topik sebelumnya tidak di maksudkan untuk dijadikan bahwa untuk menjustifikasi kadar berlogika seseorang. Yang hendak di wakili oleh posting ini adalah informasi edukatif yang kiranya dapat berguna bagi para sahabat. Hal ini perlu saya tegaskan karena saya tidak terlalu berminat pada opini-opini prejudice, saya lebih tertarik pada persoalan-persoalan yang lebih bersifat akademis.

Semoga bermanfaat
Salam

Jumat, 03 Juni 2011

Belajar dari burung Angsa

~~~~~~~
oleh : Agust Maniyeni
~~~~~~~
lihat formasi itu.... (sumber gambar : duelpast.blogspot.com)

Kompetisi sudah menjadi semacam "dogma modernisme" yang  diadopsi oleh hampir semua organisasi modern (kampus, sekolah, negara, bahkan mungkin gereja). Para Ahlipun  tidak ketinggalan mengindoktrinasi konsep ini dalam berbagai dimensi, namun apakah benar kompetisi dapat dijadikan sebagai saham bagi kemajuan bersama?

Sejatinya kompetisi memiliki dua kutub yang sangat ekstrim. Ketika terjadi kompetis, pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Jika terjadi kompetisi, maka akan selalau terbuka peluang bagi penggunaan segala cara untuk mencapai tujuan kompetisi....

Mungkin sudah saatnya kita mencermati kembali asumsi-asumsi yang kita gunakan berkaitan dengan konsep ini. Secara substantif, sudah saatnya kita menggunakan pendekatan yang lain untuk mencapai tujuan kemanusiaan kita dengan mengedepankan semangat berkolaborasi dan bukan berkompetisi....

Dalam manajemen, kolaborasi menjadi jauh lebih penting dari kompetisi. Kolaborasi memungkinkan kita untuk saling menolong guna mencapai tujuan secara bersama-sama. Ini yang terlihat dalam perilaku manajemen burung angsa. Dalam manajemen burung angsa, tidak ada satu pun anggota kelompok yang dibiarkan tertinggal di belakang (kalah) ketika mereka berjuang menghadapi badai.

Kita memang kita sangat paham akan konsep kolaborasi, tapi secara praktis burung angsalah yang melakukannya secara sempurna.....Kita sangat paham konsep persektuan, tetapi burung angsalah yang paling bersektu dibandingkan dengan kita.....

Karena itu, mungkin ada baiknya kita belajar dari angsa, makluk yang tidak termasuk dalam kategori berakal budi, namun dapat menjadi inspirasi bagi kita untuk belajar bersektu....


Selamat Hari Minggu Sobat.

Note ini diambil dari Group FB, Komunitas Aer Itam. (Minggu, 29 Mei 2011)

Rasionalitas Kesesatan

~~~~~~~
Oleh : Agus Maniyeni
~~~~~~~

Para sahabat yang budiman, konsep kesesatan merupakan sebuah konsep yang sangat populer, dan sering dihubungkan dengan kehidupan keberagamaan. Tapi tahukah sahabat, bahwa bukan hanya bidang keagamaan yang mengenal konsep ini? Dalam ilmu berpikir dan atau ilmu penalaran dan atau logika, kesesatan sebagai sebuah konsep mendapat tempat yang sangat strategis.

Kali ini saya ingin berbagai dengan para sahabat megenai konsep kesesatan ini, sehingga membantu kita untuk memahami bagaimana seharusnya kita bernalar sehingga gagasan yang kita komunikasikan, benar-benar mengikuti hukum penalaran yang benar.

A. Pengertian Kesesatan


Kesesatan merupakan bidang kajian logika yang menaruh perhatian pada penalaran yang tidak tepat atau penalaran yang keliru. Kesesatan juga disebut “fallacia atau fallacy” yaitu kekeliruan penalaran yang terjadi pelanggaran terhadap kaidah-kaidah logika. Kesesatan dapat terjadi karena ketidaksadaran orang yang bernalar atau sebaliknya dilakukan secara sengaja untuk menyesatkan orang lain. Kesesatan yang terjadi karena ketidak sengajaan disebut paralogis, sedangkan kesesatan penalaran yang dilakukan secara sengaja disebut sofisme.

Kesesatan dapat terjadi karena dua faktor yaitu kerana bentuk penalarannya yang tidak sahih dan karena tidak ada hubungan logis antara premis dengan konklusi. Kesesatan yang terjadi akibat bentuk penalaran yang tidak sahih disebut kesesatan formal. Sedangkan kesesatan yang terjadi karena inkonsistensi antara premis dengan konklusi disebut kesesatan relevansi.

B. Jenis-jenis Kesesatan

Secara umum ada dua jenis kesesatan yakni kesesatan karena bahasa dan kesesatan relevansi.
1. Kesesatan Bahasa

Kesesatan bahasa terjadi karena penggunaan kata atau istilah tertentu dalam kalimat (bahasa) yang memiliki arti yang berbeda-beda. Ada beberapa jenis kesesesatan yang temasuk dalam kesesatan bahasa yakni, kesesatan karena aksen atau intonasi; kesesatan term ekuivokal; kesesatan metafora, dan kesesatan amfibolia (amphibolia). Keempat jenis kesesatan ini disebut quaterna terminorum.

1.1. Kesesatan intonasi
Kesesatan intonasi adalah jenis kesesatan yang terjadi akibat perubahan tekanan pada satu kata tertentu yang mengakibatkan terjadi perubahan arti.

1.2. Kesesatan term ekuivokal
Term ekuivokal adalah term yang mempunyai lebih dari satu arti. Jadi kesesatan term ekuivokal adalah jenis kesesatan yang terjadi akibat pergantian arti dari sebuah term yang sama.

1.3. Kesesatan karena metafora
Kesesatan karena metafora adalah jenis kesesatan yang terjadi jika pelaran dalam arti kiasan, disamakan dengan arti yang sebenarnya.

1.4. Kesesatan amfiboli
Kesesatan karena metafora adalah jenis kesesatan yang terjadi jika konstruksi kalimat yang dibangun menyebabkan arti yang bercabang.

2. Kesesatan Relevansi

Kesesatan relevansi adalah jenis kesesatan yang terjadi karena konklusi yang dibangun tidak relevan dengan premisnya. Atau dengan kata lain konklusi yang dibuat bukan merupakan implikasi dari premisnya. Kesesatan ini dapat dikategorikan atas (1) argumentum ad hominem; (2) argumentum auctoritatis; (3) argumentum ad baculum; (4) argumentum ad misericordiam; (5) argumentum ad populum; (6) non causa pro causa; (7) kesesatan aksidensi; (8) kesesatan komposisi dan divisi; (9) kesesatan karena pertanyan yang kompleks;

2.1. Argumentum Ad Hominem
Argumentum ad hominem adalah, kesesatan yang terjadi karena pemaksaan kehendak agar orang lain menerima keputusan yang didasarkan pada kepentingan tertentu. Misalnya: seorang terdakwa yang berusaha mendapat hukuman seringan mungkin dengan mengatakan bahwa penderitaan yang ditimpakan hakim kepadanya dapat juga terjadi pada keluarga sang hakim.

2.2. Argumentum Auctoritatis
Argumentum autoritatis adalah, kesesatan yang terjadi karena orang menerima atau meolak suatu kebenaran bukan berdasarkan penalaran tetepi berdasarkan otoritas orang yang mengatakannya. Misalnya: kebenaran yang diterima hanya berdasarkan pada siapa yang mengatakan kebenaran itu.

2.3. Argumentum Ad Baculum
Argumentum ad baculum adalah, kesesatan yang terjadi karena penerimaan atas kebenaran bukan ditentukan oleh penalaran melainkan karena tekanan atau intimidasi. Misalnya: penyangkalan petrus kepada Yesus karena takut terhadap tekanan serdadu romawi.

2.4. Argumentum Ad Misericordiam
Argumentum ad misericordiam adalah, kesesatan yang terjadi karena argmen yang dibuat dimaksudkan untuk menimbulkan belas kasihan pihak lain. Argumen ini biasanya dilaukukan agar suatu perbuatan dimaafkan.

2.5. Argumentum Ad Populum
Argumentum ad populum adalah, kesesatan yang terjadi karena argumentasi yang dibuat tidak didasarkan pada bukti melainkan didasarkan pada keykinan banyak orang. Pembuktian suatu argumentasi menjadi tidak penting melainkan, yang diutamakan adalah menggugah perasaan massa pendengar, membangkitkan emosi agar menerima simpulan tertentu. Argumentum ad populum banyak terjadi dalam kampanye politik, pidato-pidato atau dalam demostrasi yang melibatkan banyak orang.

2.6. Non Causa Pro Causa
Non causa pro causa adalah, kesesatan yang terjadi karena konklusi yang dibuat tidak berdasarkan penyebab yang semestinya, melainkan oleh sebab yang lain.

2.7. Kesesatan Aksidensi
Kesesatan aksidensi adalah, kesesatan yang terjadi karena penerapan prinsip atau pernyataan umum pada suatu peristiwa tertentu yang karena sifatnya yang kebetulan (aksidental) menyebabkan penerapan itu tidak cocok. Sifat aksidental adalah sifat yang tidak mutlak, yang tidak harus ada.

2.8. Kesesatan Komposis dan Divisi
Kesesatan komposisi adalah keseatan yang terjadi karena penggunaan gaya bahasa totem pro parte1) yang tidak tepat. Sedangkan kesesatan devisi adalah kesesatan yang terjadi karena penggunaan gaya bahasa pars pro toto yang keliru.

2.9. Kesesatan karena pertanyan yang kompleks
Kesesatan ini terjadi karena, pertanyaan yang dibuat tidak spesifik sehingga dapat menimbulkan penafsifaran dan jawaban yang lebih dari satu.

Semoga catatan singkat ini bermanfaat.......Salam

Malang, 26 Mei 2001


Catatan ini diambil dari Group FB, Komunitas Air Itam (26 Mei 2001)

Renungan 1 Juni (Hari Kesaktian Pancasila)

~~~~~~~
Oleh : Agust Maniyeni
~~~~~~~

Sahabat yang budiman,

Sejak pagi tadi saya amati, tidak ada satu sahabatpun dalam jariangan sosial FB (khususnya di Indonesia) yang menulis status ataupun komentar tentang Hari Kesaktian Pancasila. Ada beberapa hal mendasar yang menurut saya, menjadikan Pancasila tidak lagi menarik diperbincangkan.

Pertama: model indoktrinasi Pancasila melalui jalur P4 pada masa orde baru dianggap gagal memberikan persepektif yang lebih baik bagi Indonesia masa kini, dan mungkin masa depan; Kedua: Sistem pendidikan nasional yang dulunya diyakni sebagai LAB pewarisan nilai mengalami goncangan akibat ketidak pastian; Ketiga: Pancasila sendiri masih merupakan sebuah area yang sangat gelap bagi kajian-kajian intelektual, kecuali sebagai ideologi dan dasar Negara. Keempat: kecenderungan menguatnya filsafat materialisme dalam berbagai dimensi kehidupan seperti sekarang ini, menyebabkan pemikiran-pemikiran ideal menjadi "kurang laku dijual". Konsekuensinya Pancasila sebagai sebuah lahan berpikir menjadi semakin terbenam.....

Terbengkalainya pemikiran Intelektual di negeri ini berkaitan dengan Pancasila, membawa dampak yang sangat serius yang sangat dirasakan akhir-akhir ini. Disorientasi pembangunan nasional, hilangnya rasa keadilan bersama, tingginya indeks korupsi, semakin menguatnya vandalisme politik dan seterusnya, merupakan buah dari belum tergarapnya Pancasila sebagai sebuah sistem berpikir yang dapat dijadikan acuan bersama. Saya mencermati bahwa gejalan semakin mudarnya nilai-nilai kebangsaan yang dimulai dari supra sistem di negeri ini, akan berakumulasi pada degradasi kolektif yang tidak tebayangkan.....

Fakta historis, mengenai runtuhnya beberapa peradaban besar dunia (Mesopotamia, Mesir, Hellenisme, Eropa, Rusia, dan Raksasa Amerika yang sedang mengalami kemunduran; kecuali peradaban Yahudi), disebabkan oleh pemujaan yang sangat berlebihan terhadap ideologi negara, sedangkan pemikiran-pemikian intelektual dan filsafatis dalam kehidupan bernegara kurang mendapat perhatian.

Belajar dari pengalaman ini saya pikir sudah saatnya bagi kita di negeri ini untuk menaruh perhatian ekstra terhadap kajian-kajian intelektual yang menjadikan Pancasila sebagai sebuah bidang garapan. Sebagai sebuah indeologi terbuka (ini pun masih dalam tingkatan wacana) Pancasila merupakan sebuah lahan yang sangat subur bagi berbagai kajian interdisipliner....

Sebagai anak bangsa, perang orang-orang Kristen dalam mengkaji lahan ini menjadi sebuah bentuk partisipasi yang perlu dilakukan terus-menerus, sehingga kita tidak menjadi pelengkap penyerta saja tetapi sekaligus turut menentukan arah perjalanan bangsa ini ke depan......

Salam....Selamat Merayakan Hari Lahir Pancasila

tulisan ini diambil dari Group FB, Komunitas Aer Itam, (1 Juni 2011)

Sejarah lagu “AMAZING GRACE” – John Newton (1725 – 1807)

~~~~~~~
Oleh : Wesly Jacob
~~~~~~~

Sejarah lagu “AMAZING GRACE” – John Newton (1725 – 1807)

Kebanyakan orang yang menyanyikan pujian: “Anug’rah yang menakjubkan, betapa indah kedengarannya, yang menyelamatkan sampah (wretch: good for nothing, devil, never do well, villain, rascal, rouge, …. MW Dictionary) seperti saya,” tidak lagi memiliki perasaan yang sama seperti yang dirasakan John Newton pada saat itu. Dan jika pernah ada sampah yang pernah diselamatkan secara luar biasa oleh anugerah Tuhan, maka orang yang menulis kalimat ini, menuliskannya sebagai suatu pernyataan pribadi.

John Newton, lahir di London, anak seorang kapten kapal yang sangat dihormati, pada awalnya mendedikasikan diri kepada pelayanan Kristen, akibat ibunya yang sangat taat. Pelatihan keagamaannya bermula pada masa kecil dan ketika dia berusia 4 tahun, dia dapat dengan lancar menghafalkan bait-bait dari Katekismus Wesminster dan lagu-lagu pujian karangan Isaac Watts.

Ketika berusia 11 tahun, dia berlayar ke Mediterania bersama ayahnya, tetapi pada usia 17 tahun, dia meninggalkan semua atribut keagamaannya dan beralih pada penyembahan kepada iblis. Hanya karena kekasihnya Mary Catlett, yang dicintainya sejak 1742, tapi akhirnya baru dinikahi tahun 1750, yang menyinarkan sedikit cahaya kemanusiaan dalam hatinya. Dia meninggalkan kapalnya, dan dibawa kembali seperti seorang tawanan. Sangat besar hukuman yang harus ditanggungnya, hingga dia berencana untuk melakukan bunuh diri, hanya karena cintanya yang sangat besar kepada Mary, yang tetap membuatnya bertahan.

Setelah menjalani masa hukumannya, dia memulai suatu karier yang begitu keji, hingga teman-temannya mulai meragukan akal sehatnya. Tinggal bersama beberapa waktu di antara para pedagang budak di Sierra Leone, dia diperlakukan sangat buruk oleh istri majikannya, seorang Portugis berkulit hitam. Belakangan kemudian, dia berkata,”Jika Anda pernah melihat saya begitu dalam mimpi buruk, dan malam hari sendiri mencuci pakaian saya di bebatuan, setelah itu mengenakannya walau masih basah, agar dapat kering di punggung saya ketika saya tidur; jika Anda pernah melihat saya sebagai seseorang yang begitu miskin yang ketika sebuah kapal berlabuh di pulau, malu kadang mendatangi saya hingga saya ingin menyembunyikan muka saya dibalik pepohonan, menghindari tatapan mata orang-orang asing; jika Anda tahu bahwa tingkah laku saya, prinsip hidup saya, dan hati saya masih lebih hitam dari kondisi fisik saya – betapa sangat kecil kemungkinan Anda akan membayangkan bahwa seseorang seperti itu dijaga dengan begitu baik dengan providensi dan kebaikan yang luar biasa oleh Allah.” Kemudian ditambahkan, ”Satu-satunya keinginan baik yang tersisa hanyalah kembali ke Inggris dan menikahi Mary.”

Setelah dipermalukan dan penderitaan yang berlanjut, dia berada di atas sebuah kapal yang menuju ke Inggris, menghabiskan beberapa hari yang sepi di laut membaca “Imitation of Christ (Thomas A. Kempis).” Ketika sebuah badai besar mengamuk, dia menganggap dirinya seperti Yunus yang menjadi penyebab dan kutukan atas kehidupannya yang sangat rusak, atas angin yang luar biasa dan gelombang setinggi gunung yang mengancam kapal tersebut untuk karam. Tiba-tiba sebuah badai besar menghantam jiwanya. Dengan kesadaran yang telah dibangkitkan dia menganggap hari tersebut, 10 Maret 1748, sebagai hari ‘ulang tahun’ rohaninya.

“Saya menangis memohon kepada Tuhan dengan tangisan seperti pekikan yang muak didengarkan, tetapi tidak ditolak oleh Allah,” dia berkata. “Dan saya mengingat Yesus yang begitu sering saya acuhkan.”Tetapi perubahan yang terjadi saat itu, hanyalah sebuah reformasi dari seseorang yang belum percaya. Selama 6 tahun berikutnya dia melakukan beberapa perjalanan dengan kapal yang dimilikinya, dengan membawa beberapa barang, bahkan budak-budak di beberapa kesempatan. Hingga ketika dia tiba di Liverpool tahun 1754, barulah dia menjadi orang Kristen yang lahir baru. Tetapi belum juga dia menyadari diri untuk terjun ke dalam suatu pelayanan yang telah dipersiapkan ibunya sejak dahulu. Secara bertahap dia mulai memusatkan segalanya kepada Kristus, dengan harapan bahwa suatu saat dia akan tertebus untuk dipanggil melayani Kristus. Setalah dua kali secara ajaib terselamatkan dari kematian, dana beberapa tahun belajar dan latihan yang sulit, dia diangkat sebagai pejabat kerasulan di Church of England pada bulan 16 Desember 1758.

Enam tahun kemudian dia pergi ke Olney, dimana dia diurapi menjadi seorang diaken dan pendeta.  Kebersamaannya dengan William Cooper menghasilkan diterbitkannya buku mereka berjudul “Olney Hymns.” Nomor 41, pada buku I, mengandung kisah hidup Newton dalam versi: Amazing grace, how sweet the sound, That saved a wretch like me; I once was lost but now am found, Was blind but now I see. ‘Twas grace that taught my heart to fear, And grace my fears relieved; How precious did that grace appear, The hour I first believe. Through many dangers, toils and snares, I have already come; ‘Tis grace hath brought me safe thus far, And grace will lead me home.  Perjalanan hidupnya berakhir di tahun 1779, pergi untuk melayani dua gereja di London. Di sana dia mencurahkan semua tenaganya untuk melayani Tuhan dengan setia hingga hayatnya tiba, 21 Desember 1807, di usia 82.

Di nisannya tertulis seperti berikut: “John Newton, Pejabat, seseorang yang dahulunya penentang Kristen dan penganut kebebasan, yang, oleh anugerah yang kaya dari Tuhan dan Juruslamat kita, Yesus Kristus, dijaga, dibaharui, diampuni, dan diurapi untuk memberitakan iman yang dahulu sangat berusaha dihancurkan olehnya, hampir 16 tahun di Olney di Bucks, dan 28 tahun di gereja ini.”Kemudian ditambahkannya,”Dan saya dengan sangat serius mengharapkan bahwa tidak ada monumen lain dan tulisan lain kecuali hal yang dituliskan ini, yang dibuat atas nama saya.”

Tuhan, buatlah aku sadar akan dosa-dosaku. Buatlah aku sadar juga dengan anugerah-Mu yang agung – anugerah-anugerah kehidupan setiap hari dan anugerah keselamatan yang ajaib dan indah.

Amazing  Grace Lirik

1. Amazing grace! How sweet the sound
    That saved a wretch like me!
    I once was lost, but now am found;
    Was blind, but now I see.
2. ‘Twas grace that taught my heart to fear,
    And grace my fears relieved;
    How precious did that grace appear
    The hour I first believed.

3. Through many dangers, toils, and snares
    I have already come;
    ‘Tis grace that brought me safe thus far,
    And grace will lead me home.

4. And when this flesh and heart shall fail,
    And mortal life shall cease,
    I shall possess, within the veil,
    A life of joy and peace.

5. When we’ve been there ten thousand years,
    Bright shining as the sun,
    We’ve no less days to sing God’s praise
    Than when we first begun.


Tulisan ini diambil dari Group FB Komunitas Aer Itam, 20 April 2011

Anyway (biar karmana ju......)

~~~~~~~~
oleh : Matheos V. Messakh
~~~~~~~~

Seorang teman, Wilson Therik, menulis di blognya sebuah puisi yang ia terjemahkan ke dalam bahasa Melayu Kupang dengan judul “Biar Karmana ju” (Bagaimanapun).

Saya jadi ingat sebuah peristiwa ‘kebetulan’ yang menimpa saya beberapa saat sebelumnya. Beberapa saat sebelum saya melihat tulisan Wilson itu, saya membeli sebuah buku berjudul “Jesus did it Anyway-The Paradoxical Commandments for Christians” di Kinokuniya Senayan.

Saat saya membacanya saya teringat sebuah lagu yang diberikan oleh teman dan mantan guru saya Dr. John Campbell-Neslon sebagai hadiah perkawinan saya. Ternyata puisi yang diterjemahkan Wilson itu, buku itu dan lyric lagu itu berasal dari satu sumber: Kent M. Keith.

Kent M. Keith menulis “Paradoxical Commandments” ketika ia seorang mahasiswa Harvard berusia 19 tahun. Tulisannya itu merupakan bagian dari booklet yang ia tulis untuk para pemimpin siswa SMA dengan judul “The Silent Revolution: Dynamic Leadership in the Student Council”. Booklet itu pertama kali diterbitkan oleh Harvard Student Agencies pada tahun 1968. Antara tahun 1968 and 1972 terjual sekitar 30,000 copy.

Kent menjalani hidupnya setelah itu dan selama 25 tahun ia tidak tahu apa yang terjadi dengan The Paradoxical Commandments. Pada tahun 1997 barulah Kent tahu bahwa The Paradoxical Commandments telah diambil dari booklet kepemimpinan yang ia tulis dan digunakan oleh jutaan orang di mana-mana termasuk dituliskan di tembok, dimasukkan dalam pidato dan artikel, atau sekedar dibagikan kepada teman.



Tanpa sepengetahuan Kent, tenyata The Paradoxical Commandments telah digunakan dalam berbagai cara oleh orang Kristen di berbagai belahan dunia. Dikhotbahkan dari mimbar-mimbar, diterbitkan dalam newsletter gereja, atau diposting di website gereja. Digunakan oleh Abel Muzowera, seorang bishop Methodist yang merupakan perdana mentri Zimbabwe-Rhodesia.

Juga diterjemahkan dalam bahasa Jepang dan digunakan dalam homili-homili oleh seorang pastor Katholik Jepang di Tokyo. Muncul dalam majalah jemaat St. John di Wakefield, Inggris. Dimasukkan dalam sebuah manual tentang moralitas and etika untuk siswa yang diterbitkan oleh Konfrensi Bishop Katholik Canada, dan juga dimasukkan dalam sebuah kurikulum Study Alkitab untuk remaja dewasa yang diterbitkan oleh United Church of Christ. The Paradoxical Commandments juga diterbitkan dalam buku Dr. Robert H. Schuller ‘Turning Hurt into Halos’, buku Neil T. Anderson ‘Victory Over Darkness, dan buku John Hagee ‘The Seven Secrets.’

Saya kemudian baru sadar bahwa lagu yang saya dapatkan dari pak John Campbell-Nelson sebagai hadiah perkawinan saya mempunyai lyric yang persis seperti paradoxical commandments. Tentu saja dengan penambahan dan pengurangan, serta tekanan disana sini demi kepentingan notasi. Lagu itu dinyanyikan oleh duo The Roches, Suzzy dan Maggie Roche dalam album mereka ‘Zero Church’.

Ketika saya mencari lyricnya di internet tertulis di bagian akhirnya: Music by The Roches, Author unknown. Banyak orang ternyata tidak tahu dari mana asalnya tulisan ini. Mungkin karena tulisan ini telah digunakan sedemikian luasnya dan orang lupa siapa yang menuliskannya.

Bunyi lyric Anyway yang dinyanyikan The Roches adalah sbb:

People are often unreasonable, illogical,
and self-centered;
Forgive them anyway.

If you are kind, People may accuse you
of selfish, ulterior motives;
Be kind anyway.

If you are successful, you will win some
false friends and some true enemies;
Succeed anyway.

If you are honest and frank,
people may cheat you;
Be honest and frank anyway.

What you spend years building, someone
could destroy overnight;
Build anyway.

If you find serenity and happiness,
they may be jealous;
Be happy anyway.

The good you do today,
people will often forget tomorrow;
Do good anyway.

Give the world the best you have,
and it may never be enough;
Give the world the best you've got anyway.

You see, in the final analysis,
it is between you and God;
It was never between you and them anyway


Tulisan ini kemudian punya dampak balik yang luar biasa bagi penulisnya sendiri. Pada bulan September 1997, Kent mengetahui bahwa The Paradoxical Commandments dimasukkan dalam sebuah buku yang dikompilasi oleh Lucinda Vardey yang berjudul ‘Mother Teresa: A Simple Path.’ The Paradoxical Commandments ditaruh di halaman terakhir sebelum appendix dan diberi judul “Anyway” dan diketik berbentuk seperti puisi. Vardey menambahkan sebuah catatan diakhir halaman yang berbunyi: “From a sign on the wall of Shishu Bhavan, the children’s home in Calcutta.”

Kent menulis kesannya tentang penggunaan tulisannya oleh Ibu Theresa dalam pengantar bukunya “Jesus did it Anyway-The Paradoxical Commandments for Christians,” yang ia tulis kemudian di tahun 2005:

“I was deeply moved to learn that Mother Teresa thought that the Paradoxical Commandments were important enough to put up on the wall of her children’s home in India. That discovery was a turning point in my life. It seemed to me that God was sending me a message. I felt called to speak and write about the Paradoxical Commandments again after thirty years had passed.”

Membagikan The Paradoxical Commandments dan maknanya kemudian menjadi pelayanan sehari-hari Kent. Ia menerima undangan dari berbagai penjuru Amerika untuk mempresentasikan dan membawakan seminar tentang perintah-perintah itu. Ia juga menulis dua buah buku: “Anyway: The Paradoxical Commandments” dan “Do it Anyway: The Handbook for Finding Personal Meaning and Deep Happiness in a Crazy World.”

Sebagai hasil pembicaraannya di mana-mana dan tulisan-tulisannya, ia menerima kabar dari orang-orang diberbagai belahan dunia yang menceritakan kepadanya bagimana artinya The Paradoxical Commandments bagi mereka.

Kent menulis dalam “Jesus did it Anyway”:
“I often hear from Christians who tell me how they use the Paradoxical Commandments in their churches, families and individual lives. I am pleased to hear from all of them, and I am grateful that the Paradoxical Commandments are useful to them as they live their faith each day.”

Banyak juga yang memintanya untuk memberikan cerita-cerita dan ayat-ayat Alkitab yang mengilustrasikan The Paradoxical Commandments. Mereka tahu bahwa perintah-perintah ini didasarkan pada kebenaran-kebenaran Kristen, tetapi ingin tahu bagaimana perintah-perintah ini berhubungan dengan iman Kristen dan bagaimana perintah-perintah ini berkaitan dengan Alkitab. Secara khusus Kent diminta untuk menjelasakan bagaimana perintah-perintah ini berkaitan dengan ajaran Yesus.

Buku “Jesus did it Anyway-The Paradoxical Commandments for Christians” ditulis sebagai jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan itu. Di dalamnya terdapat uraian yang lebih rinci dengan menggunakan ayat-ayat dan bagian Alkitab. Satu persatu kalimat The Paradoxical Commandments (seperti tertera dibawah ini) dibahas dalam buku ini:


People are illogical, unreasonable, and self-centered. Love them anyway.
If you do good, people will accuse you of selfish ulterior motives. Do good anyway.
If you are successful, you will win false friends and true enemies. Succeed anyway.
The good you do today will be forgotten tomorrow. Do good anyway.
Honesty and frankness make you vulnerable. Be honest and frank anyway.
The biggest men and women with the biggest ideas can be shot down by the smallest men and women with the smallest minds. Think big anyway.
People favor underdogs, but follow only top dogs. Fight for a few underdogs anyway.
What you spend years building may be destroyed overnight. Build anyway.
People really need help but may attack you if you do help them. Help people anyway.

Give the world the best you have and you’ll get kicked in the teeth. Give the world the best you have anyway.

Apa yang dituliskan Kent dalam usia yang sangat muda, 19 tahun, ternyata punya dampak yang luar biasa bagi banyak orang. Mungkin karena ia menuliskannya dalam masa idealisme yang luar biasa, dalam kejujuran dan kepolosan yang luar biasa, dalam integritas diri yang luar biasa, dalam masa pencarian makna hidup yang awal dan murni.

Kadang kita juga begitu bukan? Coba lihatlah karya-karya kita di usia 17, 18, 19-25 tahun, anda akan terkesima dengan karya anda sendiri. Mungkin memang ada bagian-bagian yang terasa naïve dan sederhana, tetapi ada juga yang membuat kita berpikir: “kok bisa ya saya berpikir (atau berbuat) sejauh itu? Sekarang mungkin saya belum tentu mampu melakukannya.”

Kalau anda pernah berkuliah di perguruan tinggi, coba ambil saja skripsi anda dan lihat kembali. Anda pasti akan mempunyai perasaan yang sama, jika memang skripsi itu anda kerjakan dengan jujur dan penuh idealism. Lain halnya kalau anda cuma ngopy skripsi orang lalu dirubah-rubah sedikit, seperti yang dilakukan kebanyakan mahasiswa kita.

Sekarang saya bertanya pada diri saya sendiri: mungkinkan semua ini hanya kebetulan? Mungkinkah pak John memberi hadiah kepada saya adalah sebuah kebetulan? Kebetulankah saya membeli buku di Kinokuniya? Apakah kebetulan Wilson menulis di blog-nya dan kebetulan saya melihatnya?

Johann von Schiller pernah menulis: “Tidak ada yang namanya kebetulan. Apa yang tampak oleh kita sebagai sekedar kebetulan sebenarnya muncul dari sumber takdir yang terdalam.” Karena saya yakin semua ini bukan kebetulan, saya berusaha menuliskan tulisan ini dan membagikannya kepada saudara.

Squire Rushnell menulis dalam bukunya: ‘When God Winks: How the Power of Coincidence Guides Your Life’ bahwa suatu kebetulan bukanlah sekedar kebetulan, namun memiliki arti yang lebih dalam.

Jangan-jangan Tuhan memang sedang main mata dengan saya, memberi tanda, isyarat atau mengungkapkan suatu pesan. Mungkin saya saja yang tidak mengerti isyarat itu.


30 April 2010


tulisan ini bisa juga dilihat di link ini:  http://matheosmessakh.blogspot.com/search?q=Anyway
[nantikan edisi berikut ttg Bagaimana Jon Bon Jovi menemukan Leonard Cohen, atau bagaimana Bono mengajak Mary J Blige menyanyikan lagu "ONe"]

Tak kutahu kan hari esok

 ~~~~~~~
Oleh : Matheos V. Messakh
~~~~~~~
Ini cerita tentang sebuah lagu di akhir kebaktian minggu.
siapa pernah sangka, burung inipun Allah pelihara....?

Minggu lalu saya terlambat ke gereja. Khotbah hampir  berakhir  ketika saya mulai masuk aula basketball di sebuah sekolah Kristen di BSD di mana kami menggunakannya sebagai  tempat ibadah. Tentu saja saya tidak tahu lagi dari mana dan kemana thema khotbah hari itu. Liturgi  kebaktianpun tidak saya pegang jadi saya hanya mengikuti saja apa yang dilakukan orang lain. [mungkin anda ingat salah satu film Mr. Bean, tapi saya tidak seusil comedian itu]. 


Namun ada satu lagu di akhir kebaktian yang mengusik saya. Saya familiar dengan solmisasinya namun tidak menghafal liriknya. Bisa ditebak, saya pasti hanya lancar menyanyikan pada bagian reffreinnya, seperti Mr. Bean. Sehabis kebaktian saya mencari liturgi yang ditinggalkan jemaat lain di kursi-kursi untuk melihat lagu itu. Tenyata Nyanyian Kidung Baru No. 49 “Tuhan Yang Pegang”.


Saya terus menyanyikan lagu itu sepanjang jalan ke rumah dan hampir sepanjang hari minggu itu. Di status facebook saya pun saya tuliskan beberapa penggal syair lagu itu. Sesampai di rumah saya membuka buku Nyanyian Kidung Baru dan mencari tahu isinya. Di buku nyanyian itu tertulis bahwa lirik dan syair asli lagu itu di tulis oleh Ira F. Stanphill (1914- ) dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh K.P. Nugroho (1928-1994). Perhatikan bahwa NKB sengaja mengosongkan tahun kematian Stanphill, mungkin penerbitnya bahkan tidak tahu apakah Stanphill masih hidup atau sudah meninggal.


Browsing di internet menunjukkan bahwa lagu itu pernah dinyanyikan oleh beberapa penyanyi modern seperti Leann Rimes, Alison Krauss, dan Kelly Price. Dari pencarian di internet saya kemudian tahu bahwa lagu yang sama juga ada dalam Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) 241 namun diberi judul “Tak Kutahu kan Hari esok”.


Tapi siapakah Ira F. Stanphill?

Di Wikipedia disebutkan bahwa Ira Forest Stanphill (14 February 1914-30 December 1993) adalah seorang penulis lagu American gospel  terkenal . Sumber lain menyebutkan ia telah menulis lebih dari 600 lagu dan 400 diantaranya telah diterbitkan dalam buku-buku nyanyian.


Ia lahir di Belleview, New Mexico. Pada usia 10 tahun, Stanphill sudah menjadi musisi berpengaruh yang mahir memainkan piano, organ, ukulele dan accordion. Pada usia 17 tahun ia telah menuliskan lagu-lagunya sendiri dan mementaskannya untuk pelayanan gereja, kebangunan-kebangunan rohani  dan pertemuan-pertemuan doa.

Stanphill mengenyam pendidikan di Junior College di Chillocothe, Missouri dan kemudian ia menerima PhD honorary dari Hyles-Anderson College di Hammond, Indiana.


Sebagai penyanyi  lagu-lagu evangelis, Stanphill banyak melakukan perjalanan di  US dan Canada dan telah mengelilingi lebih dari 40 negara di dunia sepanjang karirnya untuk mengajar dan mementaskan musiknya. Banyak penyanyi  terkenal menyanyikan lagu-lagunya yang kemudian mendapat pujian dan tetap terkenal sampai saat ini seperti Elvis Presley yang menyanyikan “Mansion Over the Hilltop” dan Johnny Cash yang menyanyikan “Suppertime”. Lagu-lagu lainnya yang tetap dikenal sampai saat ini dan masih tetap dinyanyikan antara lain: "I Know Who Holds Tomorrow", "I Walk with His Hand in Mine", and "We'll Talk It Over".


Stanphill meninggal kurang dari dua bulan sebelum ulang tahunnya yang ke 80 di Overland Park, Kansas dan dimakamkan di County Memorial Gardens, Johnson County, Kansas.


Syair asli dari lagu “I know Who Holds Tomorrow” ternyata sangatlah menyentuh. Ternjemahannya juga bagus, namun mungkin karena persoalan tehnis solmisasi syairnya tidak bisa diterjemahkan secara lurus saja tanpa improvisasi.

Berikut ini adalah terjemahan saya atas lagu ini. Saya berusaha menerjemahkan agak bebas tetapi tidak sebebas yang diterjemahkan dengan memikirkan teknis solmisasi.


Tak ku tahu kan hari esok
Aku hanya hidup dari hari ke hari
[tapi] aku tak pernah meminjam dari sinar mentari
Karena langitnya bisa saja menjadi gelap.
Tak ku kuatir akan masa depan
Karena kutahu yang Yesus katakan
Dan hari ini aku akan berjalan bersamaNya
Karena Ia tahu yang terbentang di depan


Banyak hal tentang hari esok
yang tak kutahu
Tapi kutahu siapa yang memegang hari esok
Dan kutahu siapa yang memegang tanganku


Setiap langkahku menjadi lebih terang
Ke tangga keemasan aku melangkah
Setiap beban menjadi ringan
Setiap mendung menjadi berkilauan.
Di sanalah matahari selalu bersinar,
Takkan ada tangis di mataku;
Di sanalah di ujung pelangi
Di mana gunung-gunung menyentuh langit
Tak kutahu kan hari esok
Mungkin ku kan ditimpa kekurangan.
Tapi Ia yang memberi makan burung pipit
Ia jualah yang berdiri di sampingku.
Tapak-tapak yang menjadi bagianku
Mungkin saja melewati api dan banjir
Tapi Ia ada di sana sebelum aku
Dan kudiselimuti oleh darahNya…



Dan inilah syair aslinya:
I don't know about tomorrow;
I just live from day to day.
I don't borrow from its sunshine
For its skies may turn to grey.
I don't worry o'er the future,
For I know what Jesus said.
And today I'll walk beside Him,
For He knows what lies ahead.




Many things about tomorrow
I don't seem to understand
But I know who holds tomorrow
And I know who holds my hand.


Every step is getting brighter
As the golden stairs I climb;
Every burden's getting lighter,
Every cloud is silver-lined.
There the sun is always shining,
There no tear will dim the eye;
At the ending of the rainbow
Where the mountains touch the sky.



I don't know about tomorrow;
It may bring me poverty.
But the one who feeds the sparrow,
Is the one who stands by me.
And the path that is my portion
May be through the flame or flood;
But His presence goes before me
And I'm covered with His blood.


Serpong, BSD, 9 Maret 2011

Kamis, 02 Juni 2011

PELEMBAGAAN GEREJA: menjadi gereja yang sadar diri

oleh : Lia Wth
~~~~~~~~~
*diambil dari Group Komunitas Aer Itam di FB (20 Mei 2011) 
~~~~~~~~~


"Birokrasi gereja yang berlebihan, perebutan kedudukan organisasional gereja yang tidak sehat, dan penggunaan lembaga gereja untuk kepentingan segelintir orang entah itu politik, ekonomi atau budaya dapat dihindari bila gereja menata lembaganya sesuai dengan tujuan keberadaannya.."
Gereja adalah kata dengan banyak makna. Kamus Umum Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa kata gereja merujuk pada bangunan atau rumah sebagai tempat berdoa bagi agama kristen. Pembagian yang lain memahami gereja dengan dari dua sisi yaitu organisme dan organisasi. Organisme gereja menjelaskan sisi keterlibatan aktif anggotanya sementara organisasi menunjukan sisi kelembagaan gereja (Yewangoe, Tak Ada Penumpang Gelap, 2009). Beragam makna kata gereja ini sekaligus menunjukkan kompleksitas kehidupan begereja. Gereja dapat dimaknai sebagai gedung kebaktian, individu atau institusi.

                Institusi atau pelembagaan gereja adalah salah satu dimensi gereja yang seringkali dilihat sebagai “batu sandungan” bagi pelayanan. Rumitnya birokrasi dalam gereja dan perebutan jabatan organisasional gereja yang tidak sehat seringkali digunakan sebagai contoh yang membuktikan bahwa pelembagaan gereja dapat menjadi “batu sandungan” bagi pelayanan gereja sendiri. Namun pembuktian ini tidak berarti pelembagaan gereja dapat begitu saja dihapuskan sebab pelembagaan gereja adalah proses yang tidak terhindarkan.


Hadir karena Kebutuhan: 

Pdt Dr. Lazarus H. Purwanto menjelaskan bahwa pelembagaan gereja bukanlah sebuah gejala moderenitas tetapi telah ada sejak jemaat mula-mula (Purwanto, Tiga Sistem Penataan Gereja, Bahan Ajar Hukum Gereja, 2008). Kepergian rasul-rasul berakibat pada hilangnya figur pemimpin dalam jemaat mula-mula. Pada saat yang sama banyak bidat-bidat sedang berusaha untuk memengaruhi ajaran dari jemaat mula-mula. Dalam keadaan seperti ini, adanya ajaran yang sistematis merupakan kebutuhan yang tidak terhindarkan. Sayangnya pada masa ini Kanon Perjanjan Baru belum terbentuk.

                Kebutuhan akan adanya ajaran yang sistematis ini, sejalan dengan semakin bertambahnya anggota jemaat dalam jemaat mula-mula. Konsekuensi dari bertambahnya jemaat adalah semakin kompleksnya pelayaan. Faktor-fakor kesinambungan ajaran dan kompleksnya pelayanan membutuhkan penataan pelayanan yang sistematis. Dengan demikian pelembagaan gereja menjadi proses yang tidak terhindarkan sebab dengan pelembagaan gereja, sistematisasi ajaran dan pelayanan dapat berjalan.


Mengarahkan Gereja kepada Misi:

Rob van Kessel, seorang tokoh Pembangunan Jemaat, menegaskan bahwa pengalaman-pengalaman bersama dalam bergereja harus distrukturkan dalam sebuah institusi yang nyata. Bila Proses ini diabaikan maka nilai-nilai kristiani dari pengalaman-pengalaman tersebut pun akan hilang (Kessel, 6 Tempaian  air, 1997).

                Gereja hadir di dunia untuk melaksanakan tujuan keselamatan Allah Trinitas, dengan kata lain gereja hadir untuk melaksanakan misi Allah Trinitas. Sistematisasi ajaran dan pelayanan adalah bagian dari usaha gereja untuk meneruskan dan mewujudnyatakan karya keselamatan Allah Trinitas. Tanpa sistematisasi kisah keselamatan Allah Trinitas, anggota gereja tidak akan dapat memahami ajaran gereja dengan utuh. Demikian juga dengan pelayanan, tanpa sistematisasi pelayanan maka program gereja akan berjalan tumpang tindih dan tidak meyentuh kebutuhan jemaat. Pelembagaan memampukan gereja untuk menjalankan misinya yaitu mewujudnyatakan karya keselamatan Allah Trinitas melalui sistematisasi ajaran dan pelayanan yang nyata.



Menjadi Gereja yang Sadar Diri:

Pendapat Hans Kϋng, seorang teolog menegaskan bahwa proses pelembagaan gereja tidak akan bertentangan dengan hakikat gereja sejauh pelembagaan tersebut dibangun di atas hakikat gereja. Penegasan ini sekaligus mengajak gereja untuk menjadi lembaga yang sadar diri. Memahami tujuan kelembagaannya sehingga mampu menata diri sesuai dengan hakikat dirinya.

Pelembagaan gereja tidak akan menjadi “batu sandungan” bagi pelayanan bila dilaksanakan sesuai dengan hakikatnya sebagai alat untuk melaksanakan misi Allah Trinitas. Birokrasi gereja yang berlebihan, perebutan kedudukan organisasional gereja yang tidak sehat, dan penggunaan lembaga gereja untuk kepentingan segelintir orang entah itu politik, ekonomi atau budaya dapat dihindari bila gereja menata lembaganya sesuai dengan tujuan keberadaannya. Menjadi gereja yang  sadar diri adalah panggilan bagi kita semua, baik sebagai individu (organisme) yang merupakan anggota gereja maupun gereja secara lembaga (organisasi) sehingga gereja tidak hanya menjadi “bangunan megah” tanpa makna bagi lingkungan sekitarnya.